Apabila bertemu mashlahat dan mudlarat, bila mashlahatnya lebih besar maka disyariatkan. Bila mudlaratnya lebih maka dilarang.
Dalam ayat tersebut Allah menyebutkan bahwa dalam arak bertemu antara manfaat dan mudlarat, dan mudlaratnya lebih besar maka Allah mengharamkannya. Allah ta’ala menjadikan Nabi Yusuf [Islamic phrases=”Alaihis Salam`”]S[/Islamic] dipenjara dalam tanah, walaupun itu ada jenis mudlarat untuk beliau. Namun manfaatnya jauh lebih besar dengan diselamatkan dari fitnah para wanita. Raafi’ bin Khadiij [Islamic phrases=”Radhiyallahu ‘anhu”]I[/Islamic] berkata: “Nabi [Islamic phrases=”Shallallahu ‘alaihi wa Sallam”]H[/Islamic] melarang kami dari sesuatu yang tampak bermanfaat bagi kami. Namun menaati Allah dan RasulNya lebih bermanfaat untuk kami.” (HR Muslim).
Dalam menimbang mashlahat dan mudlarat mana yang lebih besar membutuhkan kefaqihan dan pemahaman yang dalam. Seringkali terjadi perbedaan ijtihad para ulama. Maka kewajiban kita untuk tidak tergesa gesa dalam menimbang mashlahat dan mudlarat.